Taliwang, Gaung NTB – Jika sebelumnya ratusan massa FHKD menuntut Bupati Sumbawa Barat, menon jobkan Kepala BK-Diklat KSB, kini giliran Sekda, Ir W Musyafirin, MM, yang dituntut mundur dari jabatannya karena dinilai tidak mampu mengemban aspirasi rakyat terlebih lagi dalam merespon tuntutan tenaga kerjanya terkait seleksi Kategori Dua (K2).
Menurut Koordinator FHKD, Heri Supriadi, pada prinsipnya yang sangat substansi dari tuntutannya adalah proses seleksi awal, terhadap K2 ini yang jelas-jelas setelah ditelaah dominan yang lulus tersebut adalah dari tenaga sukarela.
Parahnya, kurang lebih ada sekitar 200 orang yang mengantongi SK Sukarela yang baru muncul tahun 2010-2011 dan ini sangat jauh dari amanat Menpan-RB.
Perlu diingat kata Heri, bahwa tenaga sukarela ini tidak dikategorikan sebagai honorer alias bukan digaji tetapi di dalam item APBD tidak dicantumkan tetapi dimasukkan dalam bentuk uang pengganti transportasi, dan datanya sekarang sudah di kantongi oleh FHKD.
Lebih lagi yang membuat Heri kecewa dengan adanya pernyataan Sekda yang kurang santun di arahkan terhadap massa yang kini melakukan aksi mogok kerja. “Jangan kami di musuhi. Ini upaya kami untuk menuntut hak sebagai rakyat,” ujarnya.
Untuk itu, Ia meminta kepada Gubernur NTB untuk meninjau kembali jabatan sekda KSB, Ir W Musyafirin MM, karena sebagai ketua panitia seleksi penerima CPNS K1 dan K2 terindikasi pelanggarannya sudah sangat jelas.
Aksi ini menurutnya, tidak akan berhenti sampai di sini tetapi akan terus berlanjut sampai ada jawaban. Secara urunan dari ratusan massa akan mengirim utusan untuk bertolak ke Kemenpan-RB untuk mengadukan indikasi penyimpangan tersebut. “Masalah ini juga akan kami adukan ke ranah hokum,” tandasnya.
Setidaknya kata Heri, ada sikap dari Pemda KSB meski tidak ingin membatalkan, minimal bisa mengatakan secara tertulis dengan menunda sembari proses penelusurannya berjalan. Kesimpulan inilah yang diharapkan oleh massa FHKD, namun sayangnya tidak ada itikad baik dari pemerintah daerah.
Semua indikasi yang dimaksud sambungnya, tidak bisa terbantahkan, terbukti dengan sikap pemda yang terkesan tidak peduli dan tidak mau tahu dengan realita yang sesungguhnya. “Aksi ini baru berhenti sampai ada keputusan dari Bupati untuk mengakomodir tuntutan yang dimaksud sebagaimana yang dilakukan oleh Bupati Subang – Jawa Barat dan beberapa bupati lainnya,” demikian Heri Supriadi.