Mataram, Gaung NTB – Sejumlah calon anggota legislatif perempuan di Nusa Tenggara Barat khawatir hanya dijadikan penyumbang suara untuk kaum laki-laki dalam memperoleh kursi wakil rakyat pada Pemilu 2014.
“Kami lakukan aksi ini agar publik mendukung kami, karena sempat khawatir jangan-jangan kami hanya jadi penyumbang suara untuk kaum laki-laki dalam meraih kursi DPRD,” kata Hj Nurdiana, caleg DPRD Provinsi NTB dari PDI Perjuangan, nomor urut 3 di Daerah Pemilihan NTB 1 (Kota Mataram), di sela-sela aksi di Kantor Bawaslu NTB di Mataram, Kamis.
Sebanyak 20 caleg perempuan di NTB dari 12 partai politik peserta Pemilu 2014 mendatangi Kantor Bawaslu Provinsi NTB untuk memperjuangkan 13 butir kepentingan perempuan. Aksi tersebut difasilitasi oleh Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Mataram yang dikoordinir Baiq Zulhiyatina.
Mereka membawa spanduk bertuliskan komitmen penyelenggara pemilu dan caleg perempuan untuk kepentingan perempuan pada Pemilu 2014.
Spanduk komitmen itu berisi 13 butir kepentingan perempuan, dan pernyataan sikap disertai kolom tanda tangan bagi KPU Provinsi NTB, Bawaslu Provinsi NTB, Panwaslu Kota Mataram, dan caleg perempuan.
Tiga belas butir kepentingan perempuan itu berkaitan dengan eksploitasi anak jalanan, aspek kesehatan, jaminan keamanan perempuan, pendidikan, aspek ekonomi, gender, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), aspek lingkungan, upah minimum provinsi (UMP), kependudukan, pangan sehat dan murah, perdagangan anak dan perempuan, serta penyalahgunaan narkoba.
Nurdiana mengatakan, parpol peserta pemilu sudah membuka ruang keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen pada tahapan pencalegan.
Namun, caleg perempuan dari berbagai parpol itu masih mengkhawatirkan minimnya dukungan parpol dalam mendorong perempuan meraih kursi di DPR dan DPRD.
Umumnya, caleg perempuan menempati numor urut diatas 5 atau jauh dari peluang meraih kursi di DPR atau DPRD, jika belum mencapai perolehan suara sesuai bilangan pembagi pemilih (BPP) yang diperoleh dari jumlah suara sah dibagi jumlah kursi pada suatu daerah pemilihan.
“Jadinya, mungkin kami hanya akan jadi penyumbang suara untuk partai dan suara itu untuk mendukung kaum laki-laki yang menempati nomor urut muda (dibawah 5). Ini kegelisahan kami yang membutuhkan dukungan pemilih,” ujar Nurdiana yang dikelilingi caleg perempuan lainnya.
Menurut para caleg perempuan itu, satu-satunya harapan mereka untuk bisa duduk di kursi parlemen guna memperjuangkan kepentingan perempuan dan anak, yakni keberpihakan parpol terhadap caleg perempuan yang meraih suara cukup banyak namun belum sampai nilai BPP.
Para caleg perempuan itu juga menghendaki Bawaslu beserta jajaran panwaslu di kabupaten/kota, mengawal proses rekapitulasi suara dari tingkat terbawa di TPS hingga KPU, agar tidak terjadi pengalihan suara yang menjadi hak caleg perempuan ke caleg laki-laki, mengingat pengurus inti parpol umumnya laki-laki.
Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Mataram Baiq Zulhiyatina juga mempertegas kekhawatiran para caleg perempuan itu.
“Makanya kami ikut membantu caleg perempuan menyosialisasikan dan mengajak pemilih perempuan mendukung caleg perempuan agar kepentingan perempuan dan anak lebih mudah diperjuangkan di parlemen,” ujar Zulhiyatina.(Ant)