Sumbawa Besar, Gaung NTB – Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Sumbawa yang tidak dapat menerima gugatan pengusaha café Batu Gong terhadap Pemnda Sumbawa, mendapat dukungan dari sejumlah pihak.
Adalah Adalah Ridwan SH–Koordinator Persatuan Advocat Indonesia (Peradi) Sumbawa kepada Gaung NTB, Senin (14/4), menilai putusan majelis yang dijatuhkan setelah memeriksa sejumlah bukti surat, sudah tepat dan benar. Sebab hal itu berkenaan dengan kewenangan pengadilan secara absolut.
Sekiranya pihak penggugat mengajukan eksepsi tentang kewenangan pengadilan jelas Ridwan SH, maka majelis hakim mengabulkannya sebelum pembuktian. Jadi mana mungkin majelis hakim mengetahui tentang kewenangan absolute tersebut karena tergugat tidak mengajukan eksepsi dan baru diketahui setelah mengajukan bukti-bukti surat yang berkenaan dengan pokok perkara yakni kebijakan Bupati Sumbawa. “Dari situlah majelis hakim mengetahui bahwa materi gugatan itu bukan kewenangan Pengadilan Negeri tapi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” katanya.
Karena itu cukup beralasan jika majelis hakim PN Sumbawa mengambil sikap menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima. Persoalannya, apakah majelis hakim yang menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima termasuk pelanggaran kode etik yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial (KY) ?, Menurut Ridwan, sikap majelis hakim masih dalam koridor hukum acara, sehingga sangat tidak relevan jika dikaitkan dengan KY yang menangani masalah kode etik sebab dalam perkara ini tidak berkenaan dengan perilaku, tetapi menyangkut penerapan hukum acara sebagaimana diatur dalam pasal 132 RP, pasal 160 RDG dan pasal 134 HIR.
Jika pihak penggugat tidak puas dengan putusan majelis hakim sambung Ridwan, upaya hukum yang dilakukan adalah banding ke Pengadilan Tinggi Mataram atau PTUN, dan juga dapat mengajukan gugatan ulang.
“Seharusnya kuasa hukum pengusaha Batu Gong ini sudah bisa membedakan mana ranah hukum acara perdata dan mana kode etik yang merupakan ranah KY,” ujarnya.