Sumbawa Besar, Gaung NTB – Aksi pengerusakan yang diduga dilakukan oleh Koalisi Mahasiswa Peduli Pendidikan (KMPP) terhadap Kantor DPRD Sumbawa, belum lama ini dan sekarang tengah ditangani oleh pihak penyidik kepolisian Sumbawa, diharapkan agar penyidikan dilakukan dengan cermat, hal ini disampaikan pendamping hukum KMPP, Febriyan Anindita SH, dalam rilisnya, Jum’at.
Menurut Febriyan, dalam melaksanakan tugas penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP, penyelidik Polri wajib berpegang teguh pada ketentuan hukum yang berlaku, kode etik profesi, norma sosial, norma agama, dan hak-hak azasi manusia.
Demikian pula dalam melaksanakan tugas penyidikan katanya, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya, penyidik wajib berpegang teguh pada ketentuan hukum yang berlaku.
Menurut Febriyan dalam konteks pelaksanaan unjuk rasa yang disertai tindakan perusakan terhadap fasilitas publik dengan melibatkan banyak orang (massa), tidaklah mudah untuk menentukan unsur perbuatan pidana sebagaimana dimaksud Pasal 55 dan 56 KUHP. Karena terdapat sejumlah pertimbangan hukum yang bersifat teknis (menemukan alat bukti), sosiologis (resistensi pengunjuk rasa) dan politis (opini publik) yang dihadapi oleh penyidik Polri, sehingga memerlukan kecermatan yang tinggi dalam melaksanakan tugas penyidikan sesuai KUHAP.
Dia juga menyampaikan bahwa, unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bagian dari kehidupan demokrasi untuk mengungkapkan pendapat dimuka umum disertai tuntutan-tuntutan tertentu kepada pihak yang didemo. “Secara yuridis unjuk rasa di dalam negara hukum yang demokratis dijamin dan dilindungi undang-undang,” jelasnya.
Termasuk di Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, telah menormatifkan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang dijamin berdasarkan Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945. Pasal ini menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat ini katanya juga sejalan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas”.
Febryan juga mengkritisi pihak kepolisian dalam mengawal dan memberikan pengamanan terhadap aksis yang digelar KMPP pada saat memperingati Hari Pendidikan Nasional pada Rabu, 30 April, yang mempermasalahkan surat pemberitahuan mengenai surat pemberitahuan aksi.
Pihak kepolisian Sumbawa katanya, seperti dikatakan pada salah satu media massa bahwa surat pemberitahuan aksi hanya berada di Kantor Bupati Sumbawa dan Dinas Diknas Sumbawa, sementara di DPRD Sumbawa tidak ada. “Ini sangat membingungkan kami dengan sikap Kepolisian Resot Sumbawa yang seolah olah lepas tangan,” katanya.
Dia juga menilai sikap DPRD Sumbawa tidak mencerminkan wakil rakyat, karena tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal dengan tidak menyikapi masalah pendidikan yang kompleks di Kabupaten Sumbawa.
Terkait aksi pengrusakan, Febriyan menilai pengrusakan bak sampah, pot bunga dan papan nama Komisi yang dilakukan oleh Demonstran, bahwa tindakan tersebut memang mengandung elemen destruktif, Akan tetapi hal itu dilakukan katanya karena mereka tidak memiliki jalan lain yang efektif menyuarakan aspirasi selain dengan cara melakukan pengerusakan tersebut.