Plampang, Gaung NTB – Masyarakat Desa Selante kecewa dengan pembangnan proyek fisik, baik pembangunan jalan lingkungan maupun pembangunan deker, pasalnya kondisi pekerjaan fisik tersebut sangat tidak berkualitas.
Endra Pusliana warga Desa Selante kepada Gaung NTB (16/10) menjelaskan bahwa hasil pekerjaan tersebut tidak akan bertahan lama, karena baru beberapa hari dibangun sudah mulai kropos
“Saya menduga para pelaksana kegiatan tidak serius berkerja dan meminimkan campuran pasir dan semen sehingga hasilnya tidak berkualitas,” ujar Endra.
Endra juga menyampaikan bahwa pembangunan jalan lingkungan yang hanya berupa tanah uruk dan sertu berpotensi di mark up oleh pelaksanannya, sejuah ini belum ada laporan dan rencana anggaran belanja (RAB) dari TPK untuk dipublikasikan.
“Ini aneh, masa projek dikerjakan dulu baru ada RAB-nya. Seharusnya RAB dulu baru proyek dikerjakan, ditambah lagi hasilnya tidak bagus, saya berharaf ada tim pengawas dan mengauditor anggaran dan kegiatan tersebut,” katanya dengan nada kecewa.
Sementara itu Ketua TPK Abdul Kadir saat di konfirmasi Gaung NTB (16/10), menyampaikan bahwa dari semua kegiatan masing-masing sudah ada RAB-nya, namun belum dipublikasika.
n
“Semuanya sudah ada RAB-nya, namun saya pribadi belum berani mempublishkannya karena RAB tersebut belum jelas” jelas A Kadir
Untuk diketahui jelas Kadir bahwa jumlah anggaran pekerjaan fisik sebesar Rp 370 juta, yang dialokasi untuk jalan sepanjang 1.700 meter, deker sebanyak 11 titik, kemudian untuk pembangunan pasar desa, dan derainase sepanjang 320 meter, selain itu dengan dana itu juga digunakan untuk membangun bak air. “Kalau dihitung anggaranya tidak akan mencukupi,” katanya.
menurutunya, harga yang menjadi patokan pemerintah daerah adalah harga yang di Pulau Lombok, seperti harga batu yang ada di petunjuk harganya sebesar Rp 306.000 sedangkan harga lapangannya Rp 400.000 begitu juga dengan harga material lainnya. “Itulah yang menjadi kendala kami, sementara volumenya tidak berani juga kami kurangi,” jelas A Kadir.
Sejauh ini menurut A Kadir, pekerjaan fisik dibeberapa tempat sudah rampung 80 persen dan namun ada juga yang 40 persen. Sementara proses pencairan anggaran, baru dilakukan sesuai dengan hasil survey oleh konsultan dan laporan TPK.
“TPK hanya bertanggungjawab terhadap pekerjaan, sedangkan perencanaan berdasarkan hasil rapat dengan beberapa unsur desa, dan beberapa item, belum kami kerjakan karena kami pandang beresiko, indikatornya adalah harga barang yang ada di petunjuk berbeda dengan harga barang di lapangan,” demikian A.Kadir.