Sumbawa Besar, Gaung NTB – Koordinator LSM Sapakat Sumbawa Bagian Timur Zoheri menilai pihak kepolisian tidak melakukan tindakan pencegahan terkait dengan kejadian pembakaran rumah di kecamatan Plampang Selasa lalu.
Kepada Gaung NTB (20/01) Zoheri dengan didampingi Sekretarisnya menjelaskan terkait dengan peristiwa pencurian hewan ternak yang berujung pada tindakan anarkis masyarakat, merupakan satu rentetan
kejadian dan tidak bisa dipisahkan. Peristiwa tersebut tidak terlepas dari tindakan kepolisian yang tidak sigap dan tegas melakukan pencegahan.
“Saya menilai kepolisian tak ubahnya dengan pemadam kebakaran. Setelah peristiwa terjadi, baru muncul. Seharusnya tindakan pencegahan harus diutamakan sehingga tindakan-tindakan anarkis dari masyarakat bisa diredam,” jelasnya.
Kejadian tersebut, jelas Heri, seolah-olah kepolisian mebiarkan kejahatan tersebut terjadi. “Pada saat kejadian kan banyak juga anggota kepolisian di lokasi namun tidak berhasil menghalau amukan massa, ini yang menjadi aneh kalaupun alasan yang digunakan kurang anggota, bagi saya itu merupakan alasan klasik dan tidak bisa diterima akal sehat. Kan bisa memanggil anggota dari polsek lainnya, karena tindakan massa tersebut sebelum melakukan pembakaran massa melakukan pelemparan rumah dengan menggunakan batu dan durasi waktunya cukup lama,” katanya seraya melanjutkan bahwa seharus waktu itulah pihak kepolisian Sektor plampang mencari bantuan tambahan anggota.
Sebaliknya, ia memprotes pernyataan Kapolres Sumbawa AKBP Muhammad SIK di Gaung NTB bahwa pihak-pihak yang melakukan tindakan anarkisme akan diproses. “Ini kan sebenarnya tidak fair, tindakan pembakaran itu kan di depan polisi juga,” sesalnya.
“Saya sangat setuju dengan apa yang dinyatakan oleh Kapolres Sumbawa, bahwa Negara kita adalah Negara hukum dan masyarakat harus mematuhinya, namun ketika pihak penegak hukum tidak bertindak profesional maka itu menjadi pertanyaan apakah selogan melindungi dan mengayomi benar diimplementasikan atau tidak,” sambungnya.
Heri lebih jauh menjelaskan tindakan Kepolisian sangat berbeda ketika ada panen tambak udang yang dimiliki oleh pengusaha besar di wilayah Kecamatan Labangka. Kepolisian bersama-sama TNI berbondong-bondong
mengamankan panen tambak udang untuk mencegah masyarakat masuk ke areal tambak.
“Ada apa dengan kepolisian, giliran pengusaha punya kepentingan langsung dengan sigap bertindak namun ketika ada kepentingan rakyat kecil membutuhkan rasa aman kok sikapnya melempem, inilah yang saya katakan diskriminatif,” jelasnya.
Heri berharap semua pihak harus melihat kejadian pembakaran rumah di Kecamatan Plampang sebagai satu rentetan peristiwa yang diakibatkan oleh kekecewaan masyarakat terkait dengan pencurian hewan ternak yang begitu marak terjadi dan tidak ada tindakan kepolisian meskipun sudah dilaporkan dan ada barang bukti.
Pihaknya mendorong kepolisian harus lebih jeli membaca kejadian tersebut dan harus banyak variabel yang digunakan sebagai bahan analisa karena menurut pembacaan pihaknya, bahwa si korban kebakaran harus juga dilihat sebagai terduga pelaku yang belum tentu kebenarannya. “Menurut hasil investigasi yang kami lakukan banyak kemungkinan yang terjadi diantaranya, pihak yang melakukan pembakaran belum tentu korban kehilangan hewan ternak. Sementara Ram alias Li, selain diduga sebagai pelaku pencurian dia juga menjadi korban yang sangat besar dari pristiwa pembakaran rumah dan harta bendanya ikut raib dilalap sijago merah serta nasib anak istrinya tidak jelas kehidupannya. “Saya setuju bahwa Ram belum tentu pelaku dari semuanya itu, makanya perlu diselidiki dengan barang bukti dan saksi yang melihat ternak curian itu,” katanya. Ia juga menduga ada aktor intlektual yang bermain dan mendesain pristiwa pembakaran tersebut.
Oleh karena itu kami siap membantu Kepolisian dalam melakukan investigasi serta analisa terkait kasus pembakaran yang terjadi Selasa kemarin di Desa Sepakat Kecamatan Plampang. “Satu lagi harapan saya kepada Pak Kapolres, agar mengevaluasi jajarannya serta tindakan pencegahan harus diutamakan agar tindakan masyarakat tidak lagi menggunakan pola-pola kekerasan dalam setiap menyelsaikan masalah, karena kejadian kemarin bisa menjadi preseden buruk bagi perjalanan bangsa kita,” demikian Zoheri.