Sumbawa Besar, Gaung NTB – Program sertifikat tanah masyarakat yang dikenala dengan istilah Prona akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak pihak, pasalnya program yang sarat dengan kepentingan kalangan tertentu itu berpotensi diskriminatif.
Adalah Aryatma Ketua Jaringan Kreatif Samawa kepada Gaung NTB (30/03) menjelaskan bahwa program Prona yang sasarannya kepada desa-desa menjadi perhatian publik karena berpotensi diskriminatif.
“Untuk diketahui oleh banyak pihak sejauh pantauan kami bahwa, Program Prona acap kali menjadi perdebatan khususnya dibidang politik. Program Prona sering manjadi janji-janji calon kepala desa pada saat kampanye untuk mendapatkan dukungan warganya, maka tidak heran ketika program Prona direalisasikan maka implementasinya cenderung diskriminaif, karena kepala desa terpilih lebih mendahulukan para kelompoknya daripada masyarakat ekonomi lemah,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator Program Prona Suhardi S.Sos yang juga Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan saat dikonfirmasi Gaung NTB diruang kerjanya menjelaskan bahwa terkait konflik kepentingan di desa, pihaknya tidak mengerti betul hal tersebut. Tugas kami adalah menjalankan prosedur dan sesuai dengan aturan yang ada.
“Kami bekerja secara profesional, untuk diketahui oleh banyak pihak bahwa tahun ini kabupaten Sumbawa mendapatkan bantuan dari pemerintah Pusat 10 ribu bidang tanah pekarangan masyarakat, memang pada prinsipnya program Prona ditujukan pada masyarakat ekonomi lemah tapi hal tersebut sudah kami serahkan mekanismenya kepada pihak desa untuk menentukan siapa saja yang akan mendapatkan program Prona,” ujarnya.
Pada prinsipnya, pengusul program Prona bisa dari pihak mana saja, bukan hanya dari kepala desa namun yang jelas di surat permohonan atau proposal permohonannya harus mnegetahui kepala desa.
“Permohonan tersebut dibuat oleh pihak desa atau kelompok masyarakat yang mengetahui kepala desa berdasarkan informasi yang kami berikan bahwa desa tersebut mendapatkan program Prona, jadi procedurenya adalah ketika pemerintah pusat memeberikan kami 10 ribu Prona kemudian kami bagi ke setiap desa yang ada, disitulah proses seleksi kami, variabel seleksinya adalah desa yang menjadi prioritas adalah desa yang selama ini belum pernah mendapatkan program Prona, kemudian masuk kategori desa terpencil. Tahun ini ada 64 desa dari 22 kecamatan mendapatkan program Prona tersebut, di setiap desa jatah pronanya beragam, ada yang mendapatkan 100 bidang, ada yang 200 bidang, tergantung dari jatah yang masih ada,” ungkapnya.
Suhardi menjelaskan bahwa desa-desa yang berpotensi mendapatkan program Prona adalah desa-desa yang masuk dalam kategori dan menjadi skala prioritas.
“Setelah diseleksi berdasarkan dataBase yang kami miliki kemudian muncullah desa-desa yang belum pernah mendapatkan program Prona, selanjutnya kami informasikan ke pihak desa untuk membuat surat permohonan program Prona yang disertai dengan syarat-syarat yang ada misalnya harus ada SPPTnya, ada surat hibahnya, ada sporadiknya dan lain-lain. Prinsipnya harus ada dokumen yang membuktikan bahwa yang bersangkutan memiliki tanah pekarangan dengan jelas yang diperkuat dengan bukti-bukti dokumen. Kemudian surat permohonan kepala desa itu yang menjadi dasar kami lakukan survey lokasi dan melakukan pengukuran,” jelasnya.