Taliwang, Gaung NTB – Terkait rekomendasi tiga daerah yakni Pemerintah Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dan Kabupaten Sumbawa, yang dikhabarkan telah menyetujui penjualan saham sekitar 6% saham milik pemerintah pada PT Multi Daerah Bersaing (MDB).
Belum lagi, saham tersebut bersama total 24% saham milik grup bakrie dan konsersium perusahaan patungan pemerintah yang diwakili PT Daerah Maju Bersaing (DMB) ke PT Amman Mineral International (AMI).
Selain mengakuisisi saham MDB dan jatah pemerintah tiga daerah, PT AMI diketahui telah mengakuisisi total 82,2% saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) yang dikuasai, Newmont Mining Coporation (NMC), Summitomo Cooporation dan PT Masbaga Investama. Hanya 17,8% sisa saham yang tidak di akuisisi AMI.
Keputusan tiga daerah menjual kepemilikan saham Newmont, belakangan mengundang reaksi dari Ketua Komisi IV DPRD Provinsi NTB, Nurdin Ranggabarani, yang menilai persetujuan rekomendasi penjualan saham cacat hukum dan administrasi negara, karena tidak melalui mekanisme paripurna.
Selain cacat hukum, upaya tersebut kata Nurdin Ranggabarani, melanggar Tata Tertib (Tatib) DPRD yang tertuang dalam PP No 16 Tahun 2009, tentang pedoman penyusunan tata tertib disebutkan bahwa keputusan produk lembaga hanya dihasilkan melalui sidang paripurna. “Menurut saya tidak ada sidang paripurna membahas atau menyetujui rekomendasi penjualan saham DMB di MDB,” ujanya saat dihubungi Gaung NTB, via seluler.
Diakui Nurdin, penjualan saham apapun mesti melalui mekanisme lembaga. Ia hanya mendengar, rapat persetujuan rekomendasi penjualan saham tersebut hanya kesepakatan pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi. “Jelas ini cacat aturan. Sebab, apapun keputusan dewan mesti melalui menisme paripurna,” kata politisi PPP.
Ia cukup vokal mengkritisi persoalan ini, berkenaan dirinya salah satu Wakil Rakyat yang duduk di DPRD Provinsi NTB berada di komisi yang mengetahui posisi pendirian PT DMB.
Ia menilai ada upaya paksa untuk menyetujui rekomendasi penjualan saham tersebut. Meski pun, tanpa kajian atau hasil audit nilai harga saham, keuntungan daerah termasuk klarifikasi hutang deviden MDB kepada DMB. “Itu saham dan perusahaan DMB adalah milik daerah. Jadi itu asset daerah. Tidak boleh diperjualbelikan tanpa mekanisme dan aturan yang benar”, kritiknya.
Namun tanggapan berbeda kembali dikemukakan anggota Komisi I DPRD KSB, Muhammad Hatta, yang mengatakan keputusan persetujuan penjualan saham oleh pemerintah daerah telah disetujui DPRD setempat melalui mekanisme peripurna.
Menurutnya, paripurna digelar berdasarkan kesepakatan dengan eksekutif. “Paripurna telah dilaksanakan menjelang hari raya Idul Fitri 1437 H,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Sumbawa Barat, Fud Saifuddin ST, menyebutkan, bahwa keputusan untuk menjual saham tersebut merupakan keputusan bersama. Ia menilai kondisi yang memaksa daerah harus ikut menjual, yang mana induk perusahaan konsersium daerah dikuasai mayoritas PT Multi Capital. Jadi karena induk menjual daerah harus menjual. Apalagi itu, kata dia telah ada kesepakatan bersama dengan Gubernur. Dan pihak yang memberikan garansi untuk tiga daerah adalah Multi Capital. “Karena Multi menjual maka daerah sepakat ikut,” kata Fud Saifuddin.
Wabup menegaskan sesuai kesepakatan pemegang saham sebelumnya, daerah menerima adven dividen. Adven deviden ini mernurutnya, merupakan hutang dari deviden. Aatau dengan kata lain, uang yang diambil lebih dahulu oleh daerah.
“Kalau tidak salah pernah kita menerima total akumulasi adven Deviden dan lain lain senilai 9 juta USD atau Rp 91 Miliar. Yang saya tidak pahami sistem internal pemegang saham yang tersahulu. Masalah perlunya audit oleh BPK, itu kewenangan pak Gubernur kita mengikuti saja,’’ bebernya.