Sumbawa Besar, Gaung NTB
Empat pilar kebangsaan menjadi panutan dalam keutuhan bangsa indonesia yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI untuk menumbuhkan kembali kesadaran cinta tanah air untuk seluruh rakyat Indonesia.
Namun jika mantra ini dihadapkan kembali pada Preambule UUD’45 maka akan kita temui suatu rangkaian peristiwa sejarah sehingga membentuk tahapan filosofis NKRI. Memaknai 4 alinea dalam Preambule UUD’45, ini merupakan rangkuman sejarah Bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda 1928, hingga dibentuknya NKRI melalui pengesahan konstitusi UUD’45 pada 18 Agustus 1945, papar Wakil Ketua DPR RI, H Fahri Hamzah, SE dalam pemaparannya di hadapan puluhan mahasiswa dan LSM, serta sejumlah tokoh masyarakat yang berlangsung, Minggu (4/9) di aula Hotel Cenderawasih.
Menurut Fahri hamzah, ke-4 Pilar ini menjadi kronologis terbentuknya NKRI yang merupakan kandungan dari 4 peristiwa , yakni Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Penetapan Pancasila pada 1 Juni 1945, Proklamasi 17 Agustus 1945, dan pengesahan UUD’45 pada 18 Agustus 1945. Untuk menjaganya dibutuhkan empat pendekatan, yakni pendekatan kultural, edukatif, hukum, dan structural. “hal ini sangat dibutuhkan karena saat ini pemahaman generasi muda terhadap 4 pilar kebangsaan menipis”, ujar Fahri Hamzah.
Lebih jauh dikatakannya, bahwa Salah satu solusi menjawab krisis moral yang terjadi di Indonesia adalah melalui penguatan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan ini memperkokoh karakter bangsa dimana warga negara dituntut lebih mandiri, tanggung jawab, dan mampu menghadapi era globalisasi melalui transmisi empat pilar.
Fungsi Pancasila adalah sebagai petunjuk aktivitas hidup di segala bidang yang dilakukan warga negara Indonesia. Kelakuan tersebut harus berlandaskan sila-sila yang terdapat di Pancasila. Sedangkan UUD 1945 merupakan konstitusi negara yang mengatur kewenangan tugas dan hubungan antar lembaga negara. Hal ini menjiwai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan sadar segenap warga bangsa untuk mempersatukan wilayah nusantara. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika melengkapi ketiga hal tersebut karena mengakui realitas bangsa Indonesia yang majemuk namun selalu mencita-citakan persatuan dan kesatuan.