Lape, Gaung NTB
Penggusuran bangunan Cekdam Aimual yang dilakukan oleh oknum pemerintah desa Labuhan Kuris,Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa yang berfungsi untuk mengairi 2 lahan pertanian yaitu “orong Katanga” yang berada di dusun Aimual dan “orong Bilagere” yang berada di dusun Labuhan Kuris menyebabkan polemik bagi petani setempat. Sebab jika tidak dilakukan penggusuran Cekdam, lahan pertanian “orong Katanga” akan tergenang oleh air sehingga belasan Hektar (Ha) lahan pertanian tersebut terancam gagal tanam. Sementara bagi “orong Bilagere”, jika Cekdam tersebut digusur akan menyebabkan puluhan ha lahan pertanian terancam gagal tanam pula. Hal ini diungkapkan salah seorang petani “Orong Bilagere” M Yusuf, yang didampingi oleh Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Raja Suwa, Ruslan, yang berlokasi di Dusun Aimual, kepada Gaung NTB, Kamis (30/11) di kediamannya.
M Yusuf menjelaskan bahwa kegiatan penggusuran cekdam tersebut dilakukan beberapa minggu yang lalu oleh oknum pemerintah desa Labuhan Kuris. Sebelumnya penggusuran tersebut dilakukan tanpa ada musyawarah dengan para petani “ orong Bilagere”, sehingga pihaknya merasa dirugikan, sebab puluhan ha lahan pertaniannya terancam gagal tanam. Ia juga menilai bahwa kegiatan tersebut hanya sepihak dilakukan, yang artinya pemerintah desa hanya melakukan musyawarah dengan pihak “orong Katanga” tanpa mempertimbangkan lahan pertanian miliknya.
“ coba ada musyawarah terlebih dahulu, mungkin kami dapat memahami” ujarnya.
Menanggapi hal ini, salah seorang petani “Orong Ketanga” yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun (Kadus) Aimual, Hamzah, yang dikonfirmasi Gaung NTB di kediamannya mengatakan bahwa jika pihaknya tidak melakukan penggusuran cekdam, maka belasan ha lahan pertaniannya gagal tanam. Hamzah juga menambahkan bahwa pihaknya sudah melakukan musyawarah dengan pemerintah desa, dan akhirnya memutuskan untuk menggusur cekdam tersebut. Itupun kata Hamzah bahwa sudah dianggarkan oleh pemerintah desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sebesar Rp 19.314.000 untuk kegiatan Normalisasi Koda dan Cekdam Dusun Aimual.
“ kalaupun kita lakukan musyawarah dengan petani orong Bilagere, pasti petani tersebut tidak akan menyetujui, makanya kami lakukan penggusuran tersebut” ujar Kadus ini.
Sementara itu Mastur selaku operator yang melakukan penggusuran dengan menggunakan alat berat berjenis Excavator yang dikonfirmasi Gaung NTB di kediamannya, mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui sama sekali tentang polemik yang terjadi antara petani setempat. Dia hanya menjalankan tugasnya yang diperintahkan oleh Kepala Desa Labuhan Kuris, Syukri HS untuk menggusur Cekdam tersebut.
“Saya hanya menjalankan tugas yang sudah diperintahkan, kalau persolan yang terjadi saya tidak tahu-menahu dan saya sudah terikat kontrak pribadi dengan Kades” imbuh operator ini.
Sementara itu ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) desa Labuhan Kuris, Burhanuddin P, yang dipercaya oleh masyarakat untuk melaksanakan kegiatan suatu proyek pada desa tersebut ketika dikonfirmasi Gaung NTB di kediamannya, tidak tahu menahu mengenai kegiatan normalisasi koda dan cekdam tersebut. Ia enggan mengomentari apa yang terjadi pada lingkungan pertanian tersebut.
Sementara itu Kepala Desa (Kades) Labuhan Kuris, Syukri HS yang dikonfirmasi Gaung NTB via seluler mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih mencari solusi untuk menangani polemik yang terjadi. Solusi tersebut jelasnya berupa penanganan kembali terkait dengan kegiatan Normalisasi Koda dan Cekdam tersebut. Bagi pihak yang merasa dirugikan, Dirinya akan memperbaiki kegiatan tersebut dengan segera. Untuk diketahui kata Kades ini bahwa dirinya saat ini masih mengikuti kegiatan di Mataram.
“pulang dari mataram saya akan segera memperbaiki apa yang menjadi masalah pada desa saya” tegas Kades ini.
Disinggung mengenai apakah terjadi penyimpangan dana pada kegiatan tersebut ? Syukri Hs menegaskan bahwa dana yang digunakan sudah sesuai dengan apa yang ada pada Rencana Anggaran Biaya (RAB) kegiatan tersebut. Dana sejumlah Rp 19.314.000 itu dikeluarkan dengan rincian Rp 15.500.000 untuk biaya operator serta alat berat, sisanya 11 persen untuk bayar pajak dan sisa lainnya untuk keperluan perbelanjaan bahan bangunan seperti semen, batu kali, pasir dan sebagainya.
“tunggu saya pulang dari Mataram, semuanya akan saya perlihatkan pada masyarakat secara transparan apa yang menjadi dugaan adanya penyimpangan dana desa baik RAB, gambar (Bestek) dan lain sebagainya.” demikian Kades low profil ini.